Rusia menuding AS menggunakan sanksi guna menciptakan “kompetisi yang menguntungkan bagi Amerika Serikat dalam ekonomi global” serta menyebut langkah Negeri Paman Sam telah melanggar hukum internasional.
“[Sanksi] itu pemerasan yang ditujukan guna membatasi interaksi Rusia dengan mitra asing, bisa mengancam bisnis internasional dan banyak negara,” demikian bunyi pernyataan Kemlu AS, dikutip CNN, Senin (31/7).
Sebelumnya, dalam konferensi pers di Finlandia Kamis (27/7), Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dia “sangat menyesalkan” memburuknya hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat. Putin menyebut hal itu terjadi karena adanya “histeria anti-Rusia” yang berkembang dalam politik domestik AS.
Dia juga menyebut banyak diplomat Rusia yang diusir dari AS “tanpa alasan yang jelas” dan memperingatkan hal tersebut bisa membuat Kremlin “harus merespons dengan keras”.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson, guna mendiskusikan mengenai sanksi terbaru tersebut. Kemlu Rusia mengatakan kedua menlu itu akan terus mempertahankan kontak tentang “seluruh lingkup hubungan Rusia-AS”.
Lavrov menambahkan keputusan memulangkan ratusan diplomat AS dari Rusia dan menutup dua properti milik Negeri Paman Sam, merupakan respons dari “rangkaian langkah kejam” yang dilakukan Washington.
Kendarti demikian, Lavrov memastikan Rusia tetap membuka kesempatan dialog guna menormalkan hubungan bilateral dan akan tetap bekerjasama dalam masalah penting di lingkup internasional.
Adapun sanksi baru tersebut akan menambah paket sanksi terkoordinasi yang dijatuhkan AS dan Uni Eropa pada 2014 akibat aneksasi Crimea dan interfensi Rusia dalam konflik di Ukraina Timur.
Sanksi tersebut secara garis besar ditujukan untuk memukul ekonomi Moskow sekaligus membatasi pergerakan individu dan perusahaan Rusia dengan melakukan larangan perjalanan serta pembekuan aset.
Uni Eropa memperpanjang sanksi ekonomi terhadap Rusia bulan lalu. Namun, para pemimpin Uni Eropa memperingatkan Amerika Serikat bahwa blok tersebut akan bertindak "dalam beberapa hari" jika tidak menerima kepastian mengenai dampak potensial dari sanksi baru AS terhadap kepentingan Eropa.
Mereka cemas sanksi baru tersebut bisa menghambat proyek energi utama di Eropa dan mengobarkan perpecahan internal blok kawasan tersebut.
Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel mengatakan pada Jumat bahwa bola sekarang berada di tangan Trump.
“Kita masih ingin bekerjasama. Kita tidak boleh melupakan apa yang dipertaruhkan, yakni mengatasi konflik di Ukraina Timur. Kami setuju bahwa dibutuhkan tekanan politik di Moskow. Inilah alasan dan standar untuk sanksi Eropa, tidak lebih, tidak kurang,” katanya.
Selain itu, Gabriel mengatakan Jerman tidak akan menerima “penerapan luar biasa” dari sanksi AS terhadap perusahaan-perusahaan Eropa.
“Sanksi bukanlah instrumen yang sesuai dan tidak memadai untuk mempromosikan kepentingan ekspor nasional dan sektor energi dalam negeri,” sebutnya.
(les)
Baca Kelanjutan Relasi Bilateral Retak, Putin Salahkan 'Histeria Anti-Rusia' : http://ift.tt/2uQlCDTBagikan Berita Ini
0 Response to "Relasi Bilateral Retak, Putin Salahkan 'Histeria Anti-Rusia'"
Post a Comment