Semasa kampanye, Trump selalu memuji Presiden Vladimir Putin. Taipan properti itu bahkan sempat berjanji mau bersekutu dengan Rusia saat terpilih menjadi presiden AS.
Trump juga berjanji akan memperbaiki hubungan Washington dan Moskow, melepas cap rivalitas yang selama ini menempel pada kedua negara karena dianggap selalu berseberangan.
Presiden Putin pun menyambut baik pendekatan Trump, dengan memuji konglomerat asal New York itu sebagai seorang yang cerdas dan berbakat.
Di awal pemerintahnya, Trump juga menunjuk salah satu rekan bisnis yakni Rex Tillerson menjadi menteri luar negerinya. Tillerson merupakan ex bos ExxonMobil yang memiliki kedekatan dengan Rusia.
Pengangkatan Tillerson sebagai diplomat tertinggi ini seolah semakin memantapkan pandangan bahwa di tangan Trump, AS ingin mendekatkan diri dengan Rusia.
Namun, setelah tujuh bulan pemerintahan Trump berkuasa, tidak banyak perubahan dalam hubungan AS-Rusia.
Alih-alih, pemerintahan Trump malah diserang dengan skandal dugaan persekongkolan dengan pihak Rusia untuk mempengaruhi hasil pemilu Oktober lalu.
Komunitas intelijen AS bahkan membuat kesimpulan bahwa Presiden Putin memerintahkan kampanye peretasan untuk memengaruhi hasil pemilu demi memenangkan Trump.
Tak hanya itu, hubungan Gedung Putih dan Kremlin juga semakin panas menyusul serangan unilateral AS ke Suriah--sekutu Rusia--sekitar April lalu.
Putin menganggap hubungan Washington dan Moskow semakin memburuk di bawah pemerintahan Trump dan menilai aksi militer AS di Suriah itu telah melanggar hukum internasional.
|
AS membombardir salah satu situs militer Suriah dengan rudal tomahawknya sebagai tindakan balasan atas dugaan serangan senjata kimia yang dilakukan pasukan Presiden Bashar al-Assad terhadap warganya sendiri.
AS menyalahkan Assad sebagai orang yang bertanggung atas serangan kimia yang menewaskan sedikitnya 80 orang di salah satu wilayah kekuasaan pemberontak di Kota Khan Sheikhun itu.
Sejak itu, perang mulut antara Moskow dan Washington tak terhindarkan. Putin geram dan menolak tuduhan AS bahwa Assad bertanggung jawab atas insiden gas beracun terparah sejak 2013 silam ini.
Baru-baru ini, Donald Trump juga menandatangani proposal undang-undang sanksi baru bagi Rusia, Korea Utara, dan Iran.
Sanksi baru ini diterapkan sebagai hukuman Rusia karena mencaplok Crimea dari Ukraina pada 2014 lalu. Selain itu, sanksi baru ini juga dijatuhkan AS terkait dugaan campur tangan Kremlin dalam pemilu AS.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menganggap sanski baru ini tidak masuk akal sehat dan dapat merusak kemungkinan perbaikan hubungan antara kedua negara.
Kremlin juga menyebut sanksi baru AS seolah membenarkan agresivitas ekstrem politik luar negeri negara tersebut.
"Sikap AS seperti ini tentunya membuat tak ada lagi pihak Rusia yang percaya dan menganggap Trump sebagai sosok orang yang bisa diandalkan untuk diajak bekerja sama dengan Kremlin," tutur Andrew Weiss, eks pegawai dewan keamanan nasional AS untuk urusan Rusia, seperti dikutip Reuters.
Sebagai tindakan balasan, Presiden Putin akhirnya memutuskan untuk mengusir sekitar 755 diplomat AS dari Rusia.
Putin meminta ratusan diplomat AS yang bekerja di kedutaan besar di Moskow serta di konsulat jenderal di St. Petersburg, Yekaterinburg dan Vladivostok itu meninggalkan negaranya sebelum 1 September.
Selain respons atas sanksi baru AS, pengusiran diplomat ini merupakan tindak balasan Kremlin lantaran Gedung Putih tak kunjung mengembalikan akses ke kantor perwakilan Rusia di New York dan Maryland yang ditutup sejak Desember lalu.
AS pun mengecam pengusiran para diplomatnya itu dengan menyebut keputusan pemerintahan Putin tidak beralasan dan disesalkan.
Bagi Moskow, pengusiran ini merupakan langkah paling agresif terhadap Washington, pasca Perang Dingin berakhir
Keputusan ini nampaknya semakin menjauhkan janji Trump di awal yang ingin memperbaiki bahkan bersekutu dengan Rusia.
(les)
Baca Kelanjutan Pasang Surut Hubungan AS-Rusia di Tangan Donald Trump : http://ift.tt/2hjtJWNBagikan Berita Ini
0 Response to "Pasang Surut Hubungan AS-Rusia di Tangan Donald Trump"
Post a Comment