Search

Seratus Hari Menjabat, Perancis Tak Lagi Cinta Macron

Emmanuel Macron, bankir berusia 39 tahun yang terpilih menjadi presiden Perancis pada Mei lalu, kini menghadapi masa sulit di hari ke-100 dia menjabat.

Popularitasnya yang meroket saat kampanye hingga dia terpilih menjadi pemimpin baru Perancis, kini terjun bebas. Hasil survei terakhir yang dilakukan majalah The Economist menyebut hanya 36 persen warga negara terbesar ke-dua di Eropa itu, yang mendukung Macron.

Bahkan koran nasional Perancis, Le Fargo, menulis tajuk utama yang berjudul "Perancis Tak Lagi Cinta Macron".

Dalam sejarah Perancis, Macron adalah presiden pertama yang popularitasnya turun jauh, tiga bulan setelah terpilih. Bahkan penurunannya jauh lebih ekstrem dibanding Jacques Chirac pada tahun 1995.


Macron, yang menduduki tahta kepresidenan Perancis pada 7 Mei lalu, berjanji menyatukan kelompok kanan dan kiri dengan paham sentris, justru banyak dikritik karena programnya.

Program reformasi buruh, pemangkasan anggaran publik dan militer, serta rencananya memberi posisi formal Ibu Negara pada istrinya, Brigitte Marie-Claude Trogneux, dikecam keras oleh warga juga kelompok oposisi.

Presiden termuda Perancis itu juga kehilangan popularitasnya setelah bersumpah memotong kenaikan gaji pegawai negeri sipil.

Macron juga terlibat adu mulut soal pemotongan anggaran militer sebesar 4,5 miliar euro, yang berakhir pada mundurnya panglima militer Perancis Jenderal Pierre de Villiers.

“Macron harus ‘turun ke bumi’ dan menghentikan bunuh diri politik yang dia lakukan karena keputusan yang dia buat,” kata penyelenggara survei Jerome Fourquet kepada AFP.

Di sisi lain, jurnalis politik Perancis Lauren Bodin menulis bahwa “bulan madu Macron dan Perancis telah berakhir”.


Janji manis adanya perubahan bagi Perancis dari tangan pemerintahan presiden beraliran sosialis Francois Hollande, semakin pupus.

Meski demikian, Macron masih merupakan pilihan terbaik bagi Perancis. Di tangan Hollande, Perancis menderita pelemahan ekonomi dan tingginya pengangguran. Sementara, lawan Macron lainnya, Francois Fillon terlibat kasus lapangan pekerjaan palsu dan Marine Le Pen dianggap terlalu ekstrem dengan pandangannya soal ‘Frexit’ alias French Exit dan terorisme.

Macron juga dianggap lebih piawai berdiplomasi, terbukti lewat pertemuannya dengan beberapa kepala negara dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

Politik luar negeri Macron pun mendapat tanggapan positif, terutama soal Uni Eropa dan kebangkitan kekuatan Franco-German.

Selain itu, Brigitte Macron, kendati tidak punya posisi formal sebagai Ibu Negara, terbukti cukup aktif mengurus sisi sosial dan kemanusiaan serta mendapat banyak pujian atas usahanya. Brigitte juga terbukti populer di mata rakyat. Terbukti dari laporan surat kabar Le Parisien yang menulis antrian panjang konsumen di peritel H&M Paris hanya untuk membeli kaus bertuliskan nama Brigitte.

(les)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Seratus Hari Menjabat, Perancis Tak Lagi Cinta Macron : http://ift.tt/2vVRDNY

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Seratus Hari Menjabat, Perancis Tak Lagi Cinta Macron"

Post a Comment

Powered by Blogger.