Tempat tinggalnya dan stasiun memang berjarak cukup jauh, meski berada di wilayah sama yaitu London Barat.
Ketika ledakan terjadi pada 08.20 pagi waktu setempat, ia sedang berjalan kaki menuju tempat kerjanya dan sempat melewati tiga stasiun.
Saat itu, menurut penuturan Nuraki, tak satu pun stasiun yang ia lewati ditutup sementara kondisi sekitar tidak terpengaruh. Hanya saja, ia mengakui bahwa ada jarak cukup jauh antara posisinya dengan pusat peristiwa.
"Yang perlu diketahui, pertama saya enggak di sana. Saya di London barat, wilayahnya sama, tapi enggak dekat sana," ujarnya dalam sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com.
"Yang saya lewati tadi tidak ada yang tutup, tapi jalurnya ada yang banyak. Mungkin tidak berhubungan dengan jalur itu."
|
Demikian pula dengan pengalaman 'berdekatan' dengan aksi teror. Ketika bom 2005 (Nuraki mengingatnya 2007) terjadi di kereta bawah tanah, ia pun berada di gerbong yang sama.
"Bom yang pertama kali itu terjadi 2007, saya sudah tinggal di flat ini, flat yang sama. Bom 2007 itu salah satunya di tube (gerbong) saya. Waktu itu kan terjadi di tiga tube dan satu bus," ucap Nuraki menceritakan pengalamannya.
Insiden bom itu membuat Nuraki menghindari kereta bawah tanah dan juga moda transportasi umum yang lain. Jalan kaki jadi pilihannya.
Hanya saja ia menegaskan pengalaman-pengalaman itu tidak hanya berpotensi terjadi di kota tempat tinggalnya saat ini.
"Memang saya enggak pergi ke tempat ramai atau pakai tube. Cuma kan di semua tempat juga begitu, termasuk di Indonesia," ujarnya.
|
Pada tiga aksi teror sebelumnya yaitu di gedung parlemen Westminster, jembatan London, dan juga masjid di Finsbury Park, pelaku menggunakan modus operandi yang sama yaitu menabrakkan mobil para arah pejalan kaki.
Rentetan teror itu tak serta membuat Nuraki merasa tidak aman tinggal di London. Ia punya pandangan sendiri soal kehidupan di Inggris, negara yang lewat referendum tahun lalu memilih untuk meninggalkan Uni Eropa.
"Inggris itu memberi kesempatan pada berbagai kelompok. Misalnya Islam, atau yang Islamnya berbeda seperti Syiah. Yang di tempat lain tidak bisa di sini bisa. Maksud saya, negaranya terbuka," katanya.
"Nah karena terbuka itu mestinya bisa membaca (situasi), ketimbang yang di bawah selimut. Tapi London cukup baik penanganannya. Tube ini misalnya, yang ditutup cuma di situ aja."
Bagikan Berita Ini
0 Response to "WNI di London Angkat Suara Soal Rentetan Teror di Inggris"
Post a Comment