
Undang-undang itu lolos dengan mudah dalam pemungutan suara di parlemen pada Senin (2/4) karena koalisi berkuasa Malaysia, Barisan Nasional, memegang mayoritas kursi.
Dengan pengesahan undang-undang ini, tersangka penyebar berita palsu dapat dihukum denda hingga 500 ribu ringgit atau setara Rp1,8 miliar dan maksimal penjara enam tahun.
"Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi publik dari penyebaran berita palsu, sementara terus menjami kebebasan berpendapat yang dijamin di bawah konstitusi," ucap Azalina, sebagaimana dikutip Reuters.
Dalam undang-undang ini, berita palsu didefinisikan sebagai "berita, informasi, data, dan laporan, yang sebagian atau sepenuhnya salah," termasuk gambar, visual, atau rekaman suara.
Terminologi "berita palsu" atau "fake news" dipopulerkan Presiden Amerika, Donald Trump, untuk menyebut media yang menyebarkan berita miring tentang dirinya.
Namun, di era digital, berita yang belum jelas kebenarannya memang sering beredar di berbagai jejaring sosial dan media.
Sejumlah negara lain di Asia Tenggara sedang mencari cara untuk menangkal berita palsu seperti itu, tetapi sejumlah pengamat hak asasi manusia menganggap upaya tersebut berpotensi melanggar kebebasan berpendapat.
Sebelumnya, Malaysia juga sudah memiliki perangkat hukum yang dianggap dapat membungkam pemberitaan bernada kritik terhadap pemerintah.
Salah satu isu pemberitaan yang sudah dicap "palsu " oleh pemerintah Malaysia adalah skandal korupsi lembaga investasi negara 1MDB.
Skandal ini membuat popularitas Najib kian terpuruk menjelang pemilu yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.
Seorang oposisi senior, Lim Kit Siang, pun mengatakan bahwa undang-undang ini dibuat hanya untuk memidanakan media yang mengangkat isu ini. (has)
Baca Kelanjutan Jelang Pemilu, Malaysia Loloskan UU Anti-Berita Palsu : https://ift.tt/2EgfmsfBagikan Berita Ini
0 Response to "Jelang Pemilu, Malaysia Loloskan UU Anti-Berita Palsu"
Post a Comment