"Kami tidak ingin melihat ini sebagai tindakan diskriminasi. Dalam prosesnya kami ingin membangun dialog antara mitra," kata Luhut lewat rilis Kemenko Maritim yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (24/3).
"Kami harap keputusan yang diambil, nantinya bisa memuaskan semua pihak. Kami tidak datang untuk mengemis, untuk didikte, tetapi untuk berdialog dengan mitra," tegas Luhut.
"Kami dalam posisi yang setara, kami ingin membangun partnership. Kami bukan negara miskin. Kami negara kaya dengan banyak pengalaman," kata Luhut.
"Anda tanya tentang radikalisme, kami pernah mengalaminya. Anda tanya tentang kemiskinan, kami sudah mengalaminya dan sekarang masih melakukan usaha untuh menguranginya, Anda tanya tentang lingkungan hidup kami pun pernah mengalami dan mengalokasikan banyak dana untuk mengatasi ini," papar ujar Menko Luhut kepada media Eropa di Press Club Brussel, Belgia, Senin (23/4).
Sebelumnya Menko Luhut bertemu dengan Komisioner Perdagangan EU Cecilia Malmström di kantornya. Media menanyakan apa saja yang dibahas dalam petemuan tersebut, Luhut mengatakan banyak hal yang dibicarakan antara lain isu lingkungan hidup, perdagangan, dan juga kelapa sawit.
"Palm oil bukan isu, tapi lebih ke persoalan kemiskinan. Menurut riset Universitas Stamford, kelapa sawit mampu mengurangi kemiskinan hingga 10 juta orang. 51 persen lahan kelapa sawit dikuasai oleh petani. Sebanyak lebih dari 16 juta orang bergantung pada kehidupannya pada sawit," jawab Menko Luhut.
Menurut Menko Luhut ia merasa ada yang janggal karena hanya sawit yang disebutkan, mengapa tidak diterapkan kepada yang lain seperti rapeseed dan bunga matahari.
"Hampir semua sawit yang dikirim dari Indonesia telah mendapat sertifikasi Internasional. Dari segi kesehatan kami sudah melakukan penelitian dan juga meminta konsultan independen ttg dampak sawit pada kesehatan, tidak ada yang salah dengan sawit," katanya.
Menurut Luhut, kepada Komisioner Malmstrom ia menyampaikan komitmen Indonesia untuk mempercepat proses Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (RI-EU CEPA) yang perundingannya masih berlangsung karena produk Indonesia yang diekspor ke EU bukan hanya sawit.
Sama seperti harapannya, Komisioner Malmstrom juga berharap keputusan yang diambil nantinya bisa memuaskan semua pihalk.
"Kepada Komisioner Malmstrom, saya sampaikam kelapa sawit membantu meningkatkan kehidupan para petani di negara-negara berkembang lainnya, bukan hanya di Indonesia," katanya kepada wartawan.
Kepada media, Menko Luhut mengatakan kelapa sawit sudah ada sejak lebih dari 150 tahun yang lalu, bukan sesuatu yang baru untuk Indonesia.
"Moratorium sudah diterapkan kami tidak akan menambah lahan sawit lagi. Menurut kami angka 14 juta hektar sudah cukup untuk sawit. Saat ini yang kami lakukan adalah mendidik para petani untuk melakukan peremajaan tanaman dan memberikan mereka penyuluhan tentang bibit unggul, dan pertanian berwawasan limgkungan," katanya.
Foto: Dok. Kemenko Maritim
|
Dalam pertemuan itu, Luhut didampingi Dubes RI terpilih untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, yang juga mantan Deputi I Kedaulatan Maritim, serta Dubes RI untuk Belgia, Yuri Octavian Thamrin.
Tindakan Balasan
Media juga menanyakan apakah pemerintah Indonesia berencana melakukan tindakan balasan terhadap EU, ia mengatakan tidak ada rencana pemerintah untuk melakukan hal itu.
"Saya datang demi kepastian nasib petani sawit, keluarganya dan orang-orang yang bergantung pada bisnis ini, yang jumlahnya melebihi 16 juta orang. Tidak ada rencana kami untuk melakukan tindakan balasan," kata Luhut.
Meski begitu, dia menyebut indikasi kerja sama yang bakal dijalin dengan Eropa, termasuk pembelian pesawat Airbus.
"Memang kami membutuhkan 2500 pesawat untuk 20 tahun ke depan. Bagi kami, Airbus penting, kami belum berencana mengalihkannya ke Boeing, tetapi kami yakin ada pengertian dari EU untuk menyelesaikan masalah ini. Kami sedang mempertimbangkan juga untuk memiliki Airbus M400 untuk versi military. Mereka datang kepada saya menawarkan ini," kata Menko Luhut.
Media Eropa terus memojokkan Luhut dengan pertanyaan soal tindakan balasan yang bakal dilakukan Indonesia terkait isu sawit. 'Jika Anda terus dipojokkan, apa yang akan Anda lakukan?," kata Luhut balik bertanya kepada para wartawan.
Menko Luhut pada kesempatan itu juga ditanya apakah menurutnya tindakan EU ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap negara Indonesia.
"Tentang diskriminasi, ya saya pikir mungkin ada di antara anggota Parlemen yang berpikir bahwa situasi Indonesia masih jauh tertinggal, masih memiliki isu HAM," jawab Luhut.
"Indonesia sudah sangat terbuka, anda bisa mengunjungi kemana pun Anda mau di wilayah Indonesia. Kami memang pernah memiliki masalah dengan HAM, tetapi sekarang sudah berubah. Situasi HAM kami tidak jauh dengan yang Anda miliki di EU. Malah untuk kebebasan berbicara, di negara kami lebih bebas," paparnya.
Malam harinya Menko Luhut mengadakan jamuan makan malam dengan para pemangku kepentingan di EU. Dia ditanya tentang hubungan antar-negara ASEAN, yang dijawab bahwa hubungan negara-negara ASEAN selama ini berjalan baik, dan saling melengkapi.
Tentang isu Laut Cina Selatan, Menko Luhut menegaskan posisi Indonesia sangat jelas, dengan batas yang sudah ditetapkan dan Indonesia tidak mengakui nine dotted line. Ada juga pertanyaan tentang radikalisme, Menko Luhut menjawab Indonesia masih mewaspadai dan memperkecil timbulnya serangan kaum radikal.
"Indonesia berkomitmen membangun ekonomi yang berwawasan lingkungan dan kami harap dapat melakukan lebih banyak dialog dengan EU untuk mencari solusi dari isu-isu yang muncul selama ini," kata Luhut.
Setelah mengunjungi Brussels, Luhut dan rombongan akan menuju ke Vatikan, bertemu Paus Fransiskus,
Luhut diutus Presiden Joko Widodo ke Eropa untuk membereskan masalah pelarangan penggunaan produk dari bahan sawit. Sebelum ke Eropa, Luhut menghadiri Spring Meetings IMF-World Bank di Washington DC Amerika Serikat.
(nat)
Baca Kelanjutan Ke Eropa, Menko Luhut Tegaskan Sikap Indonesia soal Sawit : https://ift.tt/2HpZTw6Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ke Eropa, Menko Luhut Tegaskan Sikap Indonesia soal Sawit"
Post a Comment