Menurut laporan surat kabar The New York Times, Jumat (11/1), hasil penyelidikan itu diungkap pada Kamis kemarin oleh Komisi Eropa. Mereka sedang gencar mengusut dugaan praktik pembebasan pajak ilegal yang diduga dilakukan oleh Irlandia, Luksemburg, dan Belanda.
Diduga kebijakan pembebasan pajak ilegal itu dilakukan dengan dalih menarik minat korporasi multinasional mau menanamkan modal, dan membuka lapangan pekerjaan. Namun, Nike yang berpusat di Beaverton, negara bagian Oregon, AS menolak tuduhan itu.
"Nike selalu memastikan mematuhi seluruh aturan pajak sama seperti perusahaan lain yang berkegiatan di Belanda," tulis Nike dalam pernyataannya.
"Kami mendukung penuh upaya yang dilakukan komisi," demikian pernyataan Kemendag Belanda.
Hasil penyelidikan Komisi Eropa sebelumnya membuktikan sejumlah korporasi multinasional tidak membayar pajak keuntungan mereka.
Contohnya Apple. Mereka lantas diganjar denda EUR14,3 miliar (sekitar Rp231,7 triliun) dan dibayarkan kepada pemerintah Irlandia pada 2016 lalu.
Kemudian Amazon didenda EUR283 juta (sekitar Rp4,5 triliun) dan dibayarkan ke Luksemburg setahun setelahnya.
Sedangkan Starbucks juga tak luput dari denda. Mereka diganjar harus membayar pajak keuntungan sebesar EUR25,7 juta (sekitar Rp416,4 miliar) kepada Belanda empat tahun lalu.
![]() |
Kini komisi sedang mengusut dugaan penghindaran pajak keuntungan yang dilakukan IKEA.
Belanda sudah lama menjadi daya tarik bagi perusahaan multinasional. Modal asing yang ditanam di Negeri Kincir Angin lebih banyak dari negara tetangganya, Jerman maupun Perancis. Hal itu dikarenakan perundangan pajaknya yang 'ramah' terhadap perusahaan serta pejabat yang 'akomodatif'.
Perusahaan-perusahaan besar biasanya melobi Kementerian Keuangan Belanda untuk menekan tagihan pajak, dengan menyalurkan keuntungan ke negara bebas pajak. Diperkirakan sekitar EUR22 miliar (setara Rp35,6 triliun) potensi pajak keuntungan setiap tahun mengalir dari Belanda ke negara-negara surga pajak.
Hanya saja pemerintah Belanda tidak memberikan jumlah persis penghematan pajak yang diperoleh oleh Nike.
Belanda sudah ditekan Komisi Eropa dan rakyat karena kecewa dengan adanya perlakuan khusus untuk perusahaan besar. Mereka lantas menanggapinya dengan bersumpah memperketat aturan, yang sebelumnya memungkinkan perusahaan menyamarkan keuntungan sebagai 'royalti'.
Praktik pajak Nike di Belanda sebelumnya sudah dicurigai. Mereka menggunakan metode yang biasa digunakan untuk mengalihkan keuntungan mereka ke negara 'surga pajak'.
Caranya, Nike mengalokasikan kepemilikan merek dagang dan kekayaan intelektual lainnya kepada anak perusahaan di Bermuda, yang tidak memiliki pajak penghasilan perusahaan.
Anak perusahaan Nike di Hilversum kemudian membayar royalti untuk penggunaan merek dagang ke Bermuda. Royalti dihitung sebagai pengeluaran usaha dan maka dari itu tidak dikenakan pajak di Belanda.
Strategi lainnya adalah menekan tagihan pajak Nike di Amerika Serikat, dan memangkas tarif pajak di seluruh dunia menjadi 13 persen pada 2017, dari 35 persen pada 2006.
Komisi Eropa sedang menyelidiki apakah pemerintah Belanda melanggar peraturan Uni Eropa, dengan menyetujui skema penghindaran pajak dan memberi Nike serta merek yang berafiliasi, Converse, keuntungan yang tidak adil bagi pesaing lain.
Dari 2005 hingga 2015, Komisi Eropa menyatakan Belanda seolah tutup mata dengan metode Nike, untuk menghitung royalti yang dapat dikurangi dengan pajak yang dibayarkan kepada anak perusahaan di luar negeri.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Nike Diduga Menghindari Bayar Pajak Keuntungan di Eropa"
Post a Comment