
Direktur Kerja sama Internasional Kemenkes Palestina, Ashraf Abu Mahdi, menyatakan ada lima rumah sakit di Gaza yang terancam tidak dapat lagi beroperasi.
"Kelima rumah sakit itu tidak mendapat suplai bahan bakar untuk mengoperasikan generator diesel sebagai sumber energi pengganti listrik yang padam," kata Ashraf.
Salah satu penduduk Gaza, Maryam al Gawga mengaku khawatir dengan keadaan itu. Putri Maryam kini tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Anak al Rantisi untuk menjalani cuci darah.
Serangan Israel terhadap sipil Palestina terus menuai korban luka dan jiwa. Kementerian Kesehatan Gaza menyampaikan, pasien luka-luka semakin bertambah dalam sepuluh bulan terakhir. Peningkatan jumlah pasien ini membuat rumah sakit di Palestina butuh suplai listrik, obat-obatan, dan keperluan medis lebih dari biasanya.
Krisis bahan bakar benar-benar menjadi masalah genting di Gaza, mengingat setiap pekan pasien luka-luka dari demo Gerakan Raya Kembali (The Great March of Return) terus bertambah. Pada pekan ke-45, yakni Januari lalu, International Middle East Media Center melaporkan 98 warga sipil luka-luka di hari itu, terdiri dari 15 anak-anak, 4 wanita, 2 paramedis, dan seorang jurnalis. Mereka pun harus segara dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat penangan medis.
Menyadari pasokan listrik kritis, Kemenkes Gaza pun terus mencari penyumbang bahan bakar. Selain bahan bakar, Ashraf mengatakan, ambulans sebagai salah satu fasilitas kesehatan di Gaza juga banyak yang tidak layak.
Sejumlah pasien juga tidak bisa dirawat karena rumah sakit telah kehabisan ruang dan kasur untuk perawatan. Asraf menyebut data, sejak dimulainya protes warga dalam The Great March of Return pada Maret hingga akhir 2018, setengah dari 26 ribu korban cedera tidak bisa mendapat penanganan medis. (ayp)
Baca Kelanjutan Krisis Listrik Ancam Kegiatan Rumah Sakit di Jalur Gaza : http://bit.ly/2BhYsuABagikan Berita Ini
0 Response to "Krisis Listrik Ancam Kegiatan Rumah Sakit di Jalur Gaza"
Post a Comment