"Lebih baik pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah dibuka kembali, tetapi dengan instrumen yang lebih melindungi pekerja," kata Anis saat dihubungi di Jakarta, Rabu (1/5), seperti yang dikutip dari Antara.
Anis mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi secara menyeluruh kebijakan moratorium pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah sebelum memutuskan untuk mencabutnya.
Pasalnya, saat mengeluarkan kebijakan moratorium tersebut tentu berdasarkan kajian masalah, yaitu ada kerentanan terhadap nasib pekerja migran di negara tujuan bekerja.
"Namun, Migrant Care melihat moratorium itu justru berdampak pada praktik perdagangan orang ke Timur Tengah yang semakin tidak terkendali," tuturnya.
Menurut Anis, masih ada pekerja migran Indonesia yang tetap berangkat bekerja ke Timur Tengah melalui jalur-jalur tidak resmi, bahkan ilegal.
"Yang berangkat melalui jalur-jalur tidak resmi bahkan ilegal itu yang jadi tidak terawasi dan justru rentan menghadapi masalah di negara tujuan," katanya.
Apalagi, beberapa waktu lalu Kepolisian RI berhasil mengungkap sindikat perdagangan orang ke Timur Tengah, bahkan beberapa negara yang sedang berkonflik.
"Beberapa korban praktik perdagangan orang juga telah ditangani Migrant Care," ujarnya.
Relasi Indonesia-Arab Saudi kembali disorot setelah salah satu tenaga kerja Indonesia, Tuti Tursilawati, dieksekusi mati pada Senin (29/10).
Perempuan asal Majalengka, Jawa Barat, itu dihukum pancung karena dianggap terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap sang majikan, Suud Mulhak Al Utaibi, pada 2010 lalu.
Salah satu akar masalah adalah Saudi lagi-lagi mengeksekusi mati WNI tanpa memberi notifikasi terlebih dahulu kepada perwakilan RI di Riyadh maupun Jeddah. Langkah Saudi itu memicu protes Indonesia yang telah tiga kali 'kecolongan'.
Sebelum Tuti, eksekusi Zaini Misrin pada Maret lalu, serta Siti Zaenab dan Karni binti Medi Tarsim pada 2015 lalu juga dilakukan tanpa memberi notifikasi kepada pemerintah Indonesia.
Menurut Kepala Studi Timur Tengah Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Yon Machmudi, eksekusi Tuti seharusnya bisa dijadikan momentum pemerintah Indonesia untuk menegaskan sikap terhadap Saudi.
Selain protes, Yon menilai pemerintah seharusnya mulai menempatkan isu perlindungan WNI dan TKI sebagai bahan pertimbangan sebelum menjalin kerja sama atau kesepakatan apa pun dengan Saudi.
Sebab, menurut Yon, pemberian notifikasi dalam konteks pelaksanaan hukuman mati ini erat kaitannya dengan nilai kemanusiaan. Meski dalam hal ini Saudi memang tak memiliki kewajiban memberitahu pihak asing ketika akan melaksanakan hukum domestiknya.
"Memang ini hak Saudi untuk melaksanakan hukuman mati karena ini ada dalam konstitusinya. Tetapi tetap, Saudi seharusnya menghargai permintaan RI selama ini dengan memberi notifikasi lebih dulu sebelum melaksanakan hukuman mati," ucap Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Rabu (31/10).
"Kasus Tuti kemarin saya kira harus mulai menjadi prioritas RI ketika membicarakan kerja sama dengan Saudi. RI harus mempertimbangkan masalah ini sebelum menjalin kerja sama yang lain dengan Saudi karena ini menyangkut perlindungan WNI di luar negeri."
[Gambas:Video CNN]
(ard)
Baca Kelanjutan Migrant Care Nilai Morotarium TKI Timur Tengah Perlu Dicabut : http://bit.ly/2LbGMYZBagikan Berita Ini
0 Response to "Migrant Care Nilai Morotarium TKI Timur Tengah Perlu Dicabut"
Post a Comment