Keadaan itu, papar Shawwa, turut membuat kontraksi parah terhadap produk domestik bruto (PDB) per kapita Palestina yang saat ini mencapai US$13 miliar.
"Kami saat ini sedang berada di titik kritis. Apa selanjutnya? Kami tidak tahu. Bagaimana kami akan membayar gaji bulan depan? Bagaimana kami akan membiayai kewajiban kami? Bagaimana kehidupan sehari-hari akan berlanjut tanpa likuiditas di tangan rakyat Palestina?" kata Shawwa kepada Reuters, Rabu (19/6).
"Saya tidak tahu ke mana arah tujuan kami. Ketidakpastian ini membuat sulit untuk merencanakan hari esok," paparnya menambahkan.
Krisis keuangan terus dihadapi Palestina terutama setelah Amerika Serikat menyetop seluruh bantuannya secara langsung maupun melalui Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA). Sementara itu, AS merupakan donor terbesar UNRWA dengan sumbangan sebesar US$364 juta setiap tahunnya atau Rp5,4 triliun.
Pemangkasan bantuan AS dilakukan setelah Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel secara sepihak. Padahal, Yerusalem merupakan salah satu sumber konflik Israel-Palestina sampai saat ini, di mana keduanya sama-sama mengklaim wilayah itu sebagai ibu kota masing-masing.
Sejak itu, Palestina menganggap AS memihak Israel dan bersumpah tak akan mau mengikuti rencana perdamaian usulan Gedung Putih.
"Kami diperangi oleh kekuatan paling penting di dunia," kata Shawwa merujuk pada pemerintahan Trump.
Selain pemangkasan bantuan dari AS, Shawwa kegagalan negara Arab menepati janji mereka terkait kontribusi bantuan turut memperburuk krisis keuangan Palestina.
Dia menuturkan negara Arab telah berjanji menyumbangkan US$40 juta setiap bulannya bagi Palestina. Sebagian besar sumbangan tersebut berasal dari Arab Saudi.
"Tanpa itu (pinjaman) akan ada keruntuhan keuangan. Saya khawatir untuk pertama kalinya terkait stabilitas keuangan Palestina," ujar Shawwa seperti dikutip Reuters.
Shawwa menuturkan satu-satunya hal yang mencegah keruntuhan ekonomi Palestina adalah pendapatan yang dihasilkan lebih dari 100 ribu warga Palestina yang bekerja di Israel. Selain itu, pendapatan juga diperoleh dari pengiriman uang warga Palestina yang bekerja di luar negeri. (rds/ayp)
Baca Kelanjutan Bantuan Dipangkas, Palestina Terancam Krisis Ekonomi : http://bit.ly/31HqECUBagikan Berita Ini
0 Response to "Bantuan Dipangkas, Palestina Terancam Krisis Ekonomi"
Post a Comment