Seperti dilansir Reuters, Rabu (19/6), suhu tertinggi di India tercatat di wilayah Churu, Rajasthan yang mencapai 51 derajat celsius. Sementara, suhu di ibukota New Delhi dilaporkan mencapai 48 derajat Celsius.
"Kota-kota menanggung beban gelombang panas ini karena mereka sangat padat penduduk dan karena dampaknya semakin jelas," ujar Sarkar.
"Tapi tidak semua kota memiliki kemampuan untuk menerapkan langkah-langkah yang diperlukan, dan kurangnya catatan medis yang lengkap membuatnya sulit untuk menolong kelompok yang rentan seperti tunawisma dan pekerja migran," tambahnya.
Rencana Aksi Panas (HAP) di kota Ahmedabad, India dilakukan setelah gelombang panas terjadi pada 2010 yang mengakibatkan lebih dari 1.300 kematian.
Rencana aksi dalam HAP seperti menyediakan sistem peringatan menggunakan tampilan elektronik di tempat umum juga melalui pesan teks. Pemerintah juga memberikan latihan kepada petugas medis untuk mengetahui gejala penyakit akibat pemanasan global, serta menyediakan "atap dingin" dari bahan tertentu atau pelapis di beberapa kawasan pemukiman kumuh.
"Para tunawisma merupakan yang paling rentan terhadap udara panas, karena mereka tinggal di luar ruangan dan tidak mendapat tempat berteduh yang cukup, air minum, dan akses kesehatan," ujar Chaudry.
Pejabat pemerintah Delhi melaporkan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan rencana aksi guna mengurangi dampak cuaca ekstrem seperti gelombang panas kali ini. Rencana aksi tersebut dijadwalkan siap pada 2020 mendatang.
Sementara itu, Lembaga Penanggulangan Bencana Nasional (NDMA) India turut mengeluarkan pedoman pada 2016 terkait rencana aksi pemanasan global seperti yang diterapkan di Ahmedabad. Pedoman tersebut telah diterapkan di belasan negara bagian India.
Gelombang panas ini kerap terjadi di India pada periode April hingga Juni. (ajw/ayp)
Baca Kelanjutan Warga Meninggal Karena Gelombang Panas, India Mulai Berbenah : http://bit.ly/2RmTT99Bagikan Berita Ini
0 Response to "Warga Meninggal Karena Gelombang Panas, India Mulai Berbenah"
Post a Comment