"Ini adalah kasus yang sulit. Mereka adalah orang baik dan tulus yang sudah tinggal di sini dengan restu kami dan bekerja sama dengan otoritas dan tak pernah melanggar semua aturan yang kami berikan kepada mereka," ujar Kepala Hakim Distrik AS, Pati Saris, kepada Reuters.
Meski berstatus ilegal, puluhan WNI itu diberi kesempatan untuk tinggal di Negeri Paman Sam berkat kesepakatan tahun 2012 yang dinegosiasikan secara independen dengan kantor imigrasi AS.
Melalui kesepakatan ini, sejumlah imigran ilegal di AS diberi penangguhan sanksi keimigrasian dan izin tinggal dengan syarat penahanan paspor dan kewajiban melapor rutin ke kantor Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) sesuai jadwal.
Terhitung mulai Agustus, semua warga yang datang ke kantor ICE untuk melakukan pelaporan rutin justru harus menerima kenyataan pahit. Mereka diminta membeli tiket pulang ke negara asal.
"Kami takut pulang ke rumah [Indonesia]. Kami takut keamanan anak-anak kami terancam. Di AS, anak-anak kami bisa hidup dengan aman," tutur Meldy Lumangkun, WNI keturunan Tionghoa yang kabur ke AS setelah tragedi 1998.
Keluarga Lumangkun sendiri merupakan satu dari sederet orang Indonesia-Tionghoa di New Hampshire yang melarikan diri dari tregadi 1998, saat kerusuhan akibat krisis moneter berkecamuk hingga menewaskan 1.000 orang terjadi.
Dalam beberapa kasus pada 1998, orang-orang Tionghoa bahkan menjadi sasaran pembunuhan hingga pemerkosaan, memaksa sebagian dari mereka mengungsi ke negara lain.
Sejumlah advokat pun menuntut ICE untuk menghentikan deportasi ini. Terdesak, Saris memerintahkan penangguhan sementara proses deportasi ini, sembari mempelajari kewenangan apa saja yang ia miliki untuk menangani kasus ini.
"Pemerintah mengingkari janjinya. Itu yang saya khawatirkan di sini," kata Saris. (has)
Baca Kelanjutan Kegalauan AS Tangani Deportasi 47 WNI Akibat Regulasi Trump : http://ift.tt/2zpjYKEBagikan Berita Ini
0 Response to "Kegalauan AS Tangani Deportasi 47 WNI Akibat Regulasi Trump"
Post a Comment