"Keputusan ini telah membunuh proses perdamaian, membunuh Oslo (kesepakatan) dan membunuh prorses pemukiman," kata pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Kota Gaza, Kamis (7/12).
Haniyeh, yang terpilih sebagai pemimpin Hamas, Mei lalu, mendesak Palestina, umat muslim dan dunia Arab untuk melawan keputusan Trump, Jumat (8/12) dan menyebutnya "Hari Kemarahan".
Israel dan Amerika Serikat menganggap Hamas, yang telah bertempur melawan Israel sejak 2007, sebagai organisasi teroris. Hamas juga tidak mengakui Israel dan menggelar intifada sejak 2000-2005.
"Kami menginstruksikan kepada semua anggota Hamas dan sayap-sayapnya untuk bersiap menerima perintah untuk mengatasi bahaya strategis yang mengancam Yerusalem dan mengancam Palestina," kata Haniyeh.
"Yerusalem bersatu adalah Arab dan muslim, dan itu adalah Ibu Kota Palestina, seluruh Palestina," kata Haniyeh seperti dilaporkan Reuters.
Haniyeh mengimbau kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dari Faksi Fattah yang didukung barat, untuk menarik diri dari proses perdamaiand engan Isrel. Haniyeh juga menyerukan kepada dunia Arab untuk memboikot pemerintahan Trump.
"Kesepakatan damai telah terkubur, sekali dan selamanya, dan saat ini tak ada yang disebut mitra perdamaian bagi Palestina.
Trump mengubah kebijakan AS dengan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Keputusan Trump tak saja memicu kecaman dari dunia Arab tapi juga sekutu-sekutunya di Barat. (nat)
Baca Kelanjutan Hamas: Keputusan Trump soal Yerusalem adalah Deklarasi Perang : http://ift.tt/2B9QoxLBagikan Berita Ini
0 Response to "Hamas: Keputusan Trump soal Yerusalem adalah Deklarasi Perang"
Post a Comment