
Duta Besar RI untuk Singapura, I Gede Ngurah Swajaya, mengatakan hal tersebut diutarakan Tito saat rapat dengan ratusan kepala perwakilan RI di luar negeri, Senin (12/2) malam, di Kementerian Luar Negeri RI.
"Pak Tito bilang kalau penanggulangan terorisme Indonesia diapresiasi dunia, mulai dari pencegahan, penegakan hukum, hingga deradikalisme. Beliau bilang ini harus dijadikan bargaining chip, atau apapun itu untuk dimanfaatkan demi keberhasilan kita dalam rangka penanggulangan terorisme," ucap Ngurah, Selasa (13/2).
Dalam pertemuan itu, Tito juga disebut memaparkan sejumlah strategi pemerintah selama ini untuk menanggulangi masalah terorisme dan ekstremisme melalui pendekatan deradikalisasi.
Salah satunya contohnya yakni pemerintah bekerja sama dengan tokoh-tokoh dan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) untuk menanamkan idelogi Islam yang lebih moderat dan mengutamakan toleransi di kalangan masyarakat.
"Mereka [negara lain] banyak yang ingin kerja sama dengan kita soal ini karena pemerintah menangani isu terorisme secara komperhensif, berbeda dengan negara lain yang pada umumnya hanya mengedepankan pendekatan penegakan hukum dan militer untuk menangani isu terorisme," ujar Ngurah.
Tito juga menekankan kepentingan pemerintah mengedepankan penegakan HAM dalam penanggulangan terorisme agar masyarakat bisa percaya dan menilai aparat sangat transparan dalam menindak pelaku terorisme.
"Pak Tito bilang kalau tantangan terorisme itu datangnya sewaktu-waktu, setiap ada kondisi yang kondusif seperti radikalisme dan ekstremisme pasti akan muncul. Beliau juga tekankan pentingnya penegakan HAM dalam menangani masalah ini sehingga radikalisme tidak lagi mendapat dukungan dari masyarakat," kata Ngurah. (has)
Baca Kelanjutan Kapolri Sebut Deradikalisasi Bisa Jadi Nilai Tawar Diplomasi : http://ift.tt/2Hb7NppBagikan Berita Ini
0 Response to "Kapolri Sebut Deradikalisasi Bisa Jadi Nilai Tawar Diplomasi"
Post a Comment