"[Duterte] mengancam kebebasan media. Hal ini dapat memperluas pelanggaran terhadap jurnalis dan organisasi media, yang memegang peran sebagai pemantau kritis yang menyoroti rekam jejak buruk hak asasi manusia pemerintah," demikian pernyataan Human Rights Watch, sebagaimana dikutip AFP.
Didirikan pada 2012, Rappler adalah salah satu media yang kerap mengkritik pemerintah Filipina, terutama kampanye perang narkoba Duterte. Digalakkan sejak Duterte menjabat dua tahun lalu, kampanye itu sudah menewaskan hampir 4.000 terduga pengedar narkoba tanpa proses peradilan yang jelas.
Selagi menanti proses banding, Rappler tetap mengirimkan jurnalisnya untuk meliput kegiatan di istana pada Selasa (20/2), tapi dilarang masuk. Petugas akhirnya mengizinkan wartawan itu masuk, tapi dilarang melaporkan isi pidato Duterte.
Juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, kemudian mengatakan bahwa jurnalis itu dilarang meliput semua kegiatan yang berkaitan dengan Duterte.
Duterte menyebut laporan itu sebagai "berita bohong," tapi sang wartawan mempertahankan produk jurnalistik dari kantornya tersebut.
"Dia tidak mendapatkan akses ke presiden karena presiden terganggu dengan kehadirannya," ujar Roque kepada radio DZMM.
Menanggapi keputusan ini, Rappler merilis pernyataan kecaman yang berbunyi, "Ini adalah upaya untuk mengintimidasi jurnalis independen. Keputusan ini memberikan pesan jelas bahwa setiap orang lebih baik hanya melaporkan apa yang dia mau." (has)
Baca Kelanjutan Larang Media Pengkritik Liput Acara Presiden, Duterte Dikecam : http://ift.tt/2ohcGFLBagikan Berita Ini
0 Response to "Larang Media Pengkritik Liput Acara Presiden, Duterte Dikecam"
Post a Comment