Sambil duduk di satu kedai teh di Yangon, Ko khawatir sejarah perjuangannya itu tidak diturunkan ke generasi muda. Satu perasaan yang sejalan dengan kekecewaan pegiat yang pernah dipenjara karena melawan junta militer pada umumnya kepada pemerintah Myanmar saat ini.
"Semua cerita yang benar tidak dikemukakan kepada masyarakat," kata pria berusia 49 tahun ini.
Sebagian besar dari mereka dipenjara setelah aksi mogok nasional pada 8 Agustus 1988, yang menjadi bagian dari demonstrasi anti-junta yang membuat pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menjadi terkenal.
![]() |
Meski dia dikenai tahanan rumah selama 15 tahun oleh rezim militer yang paranoid, Suu Kyi menekankan rekonsiliasi dengan para jenderal militer ketika memenangkan pemilu 2015.
"Sebagian besar dari mereka kini hidup penuh susah," ujar Ko Shell yang berprofesi sebagai pengendara taksi.
Peninggalan Masa Lalu
Sejarah merupakan isu berbahaya di negara berpenduduk mayoritas Buddha tempat militer mendorong keyakinan menyatukan negara dengan memanfaatkan isu agama dan etnis.
Isu nasionalisme ini digarisbawahi oleh krisis Rohingya, ketika minoritas Muslim disebut sebagai "Bengali" agar dianggap sebagai imigran dari Bangladesh.
Tetapi Kyaw Soe Win dari Asosiasi Bantuan Tahanan Politik di Yangon berharap bisa mengubah itu.
Museum yang didirikan merupakan satu-satunya tempat untuk mengetahui pengalaman para bekas tahanan itu.
![]() |
Di museum itu dipajang foto-foto mahasiswa yang berparade, pembubaran oleh tentara dan pembangunan Insein, penjara paling buruk di Myanmar.
Ada juga tandu, kerajinan tangan dan alat musik yang dibuat para tahanan politik di penjara.
Pengetahuan tentang insiden 1988 yang terbatas, ini hanya satu dari jurang yang lebih besar yang membuat banyak orang lebih mengetahui sejarah dalam versi yang lebih sederhana.
"Masalah besar di Myanmar sekarang adalah tidak ada diskusi kritis terkait masa lalu negara ini," ujar penulis Thant Myint-U.
Tahanan, Politisi
Rasa tidak puas terhadap pemerintah Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi sejak dua tahun lalu semakin meluas.
Negara ini dikecam dunia karena penanganan kejam dalam krisis Rohingya, yang disebut PBB dan Washington sebagai aksi pembersihan etnis. Militer masih memiliki kursi 25 persen di parlemen.
Suu Kyi juga dianggap bertanggung jawab atas reformasi ekonomi yang lambat dan sistem manajemen dari atas ke bawah.
Myanmar akan mengadakan pemilu pada 2020 dan satu kelompok veteran aksi 1988 mengumumkan pembentukan partai alternatif dari Liga Nasional bagi Demokrasi, NLD, pimpinan Suu Kyi.
![]() |
"Kami mencoba mendirikan partai alternatif yang lebih baik untuk para pemilih," katanya.
Min Thu, anggota parlemen dari NLD yang sempat dipenjara 10 tahun, mengakui kelambatan reformasi tetapi menegaskan situasi sekarang jauh lebih baik dari pada masa lalu.
"Mereka (rakyat) bisa mengemukakan pendapat dengan bebas dan mereka bisa melempar kritik," katanya kepada AFP.
Tanpa menyebut militer, Min Thu mengatakan kemajuan yang belum sempurna disebabkan negara selama beberapa dekade tidak diurus dengan benar. Dia menegaskan pemilih bisa menentukan pemerintah baru dalam pemilu jika tidak puas.
Tetapi sebagian bekas tahanan politik prihatin dengan situasi di Myanmar saat ini, bukan dalam pemilu mendatang.
Ko Shell mengatakan memiliki masalah keluarga karena pengalaman dalam penjara selama junta militer Myanmar dalam jangka waktu panjang membuat kehidupan berumah tangga menjadi sulit. "Saya selalu ingin bebas setiap saat," ujarnya. (yns)
Baca Kelanjutan Mantan Tapol Myanmar Sulit Lupakan Perjuangan 30 Tahun Lalu : https://ift.tt/2ON0zMfBagikan Berita Ini
0 Response to "Mantan Tapol Myanmar Sulit Lupakan Perjuangan 30 Tahun Lalu"
Post a Comment