Peneliti ini menyebut sebagian besar berita salah itu terkait dengan kepentingan ekstrim kanan di bisang imigrasi dan Islam.
Studi yang dilakukan Universitas Oxford dan dipublikasikan pada Kamis (6/9) ini menunjuk pada penyebaran informasi bohong di dunia maya mendekati hari pemungutan suara pemilu Swedia yang berlangsung ketat.
Jajak pendapat memperlihatkan partai ekstrim kanan melalui partai Demokrat Swedia akan mendapat suara kedua terbanyak dan mendapat kursi di parlemen di negara yang dianggap paling liberal di Eropa.
Para peneliti dari Institut Internet Oxford ini menyebut situs tertentu "berita sampah", berdasarkan serangkaian kriteria yang mereka tetapkan.Kantor berita Reuters menemukan bahwa tiga situs paling populer yang disebut dalam penelitian ini mempekerjakan mantan anggota partai Demokrat Swedia, dan staf satu situs itu adalah mantan anggota Parlemen.
Belum jelas apakah penyebaran "berita sampah" itu berdampak pada pilihan warga di Swedia, tetapi studi ini membantu memperlihatkan dampak platform media sosial seperti Twitter dan Facebook terhadap pemilu, dan bagaimana kelompok di dalam negeri dan luar negeri bisa memanfaatkan mereka meniup isu-isu sosial dan politik yang sensitif.
Institut Internet Oxford ini menganalisa 275 ribu ciutan mengenai pemilu Swedia selama 10 hari pada bulan Agustus.
Mereka kemudian menghitung berita yang disebar dari situs yang mereka identifikasi sebagai sumber "berita sampah", dan didefinisikan sebagai media yang "secara sengaja menerbitkan informasi salah, palsu atau tidak benar tetapi terkesan sebagai berita benar".
"Secara kasar, untuk tiap dua artikel profesional yang disebarkan, satu adalah berita sampah. Itu sebabnya berita-berita sampah ini memainkan peran penting dalam pembicaraan mengenai pemilu Swedia," tulis penelitian ini.
Juru bicara Twitter menolak memberi tanggapan atas hasil studi ini.
Facebook, media sosial yang lebih sulit melacak interaksi antar pengguna, mengatakan tengah bekerja sama dengan pajabat Swedia untuk membantu pemilih mengetahui informasi salah.
Perusahaan ini juga bekerja sama dengan Viralgranskaren, anak perusahaan koran Metro Swedia, untuk mengidentifikasi, menurunkan dan menetralkan berita hoaks di situsnya.
Joakim Wallerstein, kepala komunikasi partai Demokrat Swedia, mengatakan tidak tahu atau tertarik dengan simpatisan partai itu di media.
Ketika diminta tanggapan soal hubungan partainya dengan situs berita yang diidentifikasi oleh penelitian itu, dia mengatakan pernah diwawancara satu kali oleh salah satu media itu.
"Saya memandang aneh ada satu institut asing yang mencoba menyebut berbagai organisasi media berita di Swedia sebagai 'berita sampah' dan menerbitkan laporan terkait dengan satu pemilu," ujarnya kepada Reuters.
Isu Ekstrim Kanan
Pejabat keamanan Swedia mengatakan tidak ada bukti upaya terkoordinasi dari negara asing untuk mempengaruhi pemilu tanggal 9 September, meski pemerintah berulang kali memperingatkan akan ancaman seperti itu.
Tetapi Mikael Tofvesson, kepala tim kontra-pengaruh di badan pengawas pemilu, mengatakan penyebaran informasi bohong atau palsu membuat banyak negara rentan akan operasi untuk mempengaruhi hasil pemilu.
"Laporan tidak benar dan berat sebelah memicu perdebatan yang lebih keras dan kasar, yang pada akhirnya mempermudah upaya melempar informasi salah atau cara-cara bohong lain," ujarnya.
![]() |
Tiga sumber berita hoaks yang diidentifikasi oleh studi ini adalah situs ekstrim kanan Samhallsnytt, Nyheter Idag dan Fria Tider, menguasai 85 persen konten "berita sampah" di Swedia. (yns)
Baca Kelanjutan Studi: Medsos Sebarkan Hoaks Saat Pemilu Swedia : https://ift.tt/2Crjb2cBagikan Berita Ini
0 Response to "Studi: Medsos Sebarkan Hoaks Saat Pemilu Swedia"
Post a Comment