
Ans adalah jurnalis lepas berbasis di Istanbul. Dia bekerja untuk surat kabar keuangan Belanda, Het Financieele Dagblad sejak Februari 2017.
"Saya ditangkap kemarin (16/1), dideportasi pagi ini. Terbang detik ini," kata Ans dalam sebuah grup olahpesan jurnalis asing di Turki, seperti dilansir AFP, Jumat (18/1).
Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki, Fahrettin Altun mengatakan Ans dideportasi karena sama sekali tidak terkait dengan kegiatan jurnalistiknya selama tinggal di Turki.
Altun mengatakan Ans dicurigai memiliki hubungan dengan Front Al-Nusra, kelompok bersenjata yang sempat dekat Al-Qaeda yang beroperasi di Suriah. Mereka kini dikenal sebagai Hayat Tahrir al-Sham.
"Kami bertindak berdasarkan informasi yang diberikan oleh intelijen Belanda dan mengambil tindakan pencegahan," kata Altun.
Surat kabar tempat Boersma bekerja, Financieele Dagblad melaporkan kalau sang pewarta menjalin hubungan hingga musim panas 2015 dengan seorang lelaki Suriah. Pria itu kemudian ditangkap di Belanda pada musim gugur tahun lalu karena disebut menjadi anggota Front Al-Nusra.
Kantor kejaksaan Belanda menyatakan Ans memang menjadi salah satu subyek penyelidikan terkait terorisme.
"Penyelidikan terkait dengan dugaan terorisme yang dilakukan oleh tersangka lain," demikian pernyataan Kejaksaan Belanda.
"Dikarenakan tingkat keseriusan ancaman itu, kami bekerja sama dengan teman dan sekutu kami, termasuk Belanda, dan mengandalkan wawasan mereka untuk mengidentifikasi dan menetralisir ancaman terhadap keamanan Turki dan Eropa," kata Altun.
Seorang pejabat Turki yang tidak ingin namanya disebutkan, mengatakan kepada AFP pihak berwenang tidak akan mengeluarkan kartu pers Boersma jika memang terlibat dalam masalah terorisme. Pejabat itu mengatakan surat identitas pers Ans masih berlaku hingga 31 Januari 2019.
Para pembela hak asasi manusia di Turki menyatakan deportasi terhadap Ans adalah bentuk pengekangan kebebasan pers yang dilakukan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Di masa pemerintahan Erdogan, belasan jurnalis dan aktivis masyarakat sipil dibui.
Turki berada pada peringkat 157 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2018, versi lembaga Jurnalis Tanpa Batas.
Max Zirngast, yang menulis untuk majalah sayap kiri berbahasa Jerman, Re:volt ditangkap di Ankara pada September 2018. (syf/ayp)
Baca Kelanjutan Turki Usir Jurnalis Belanda : http://bit.ly/2RPrc7GBagikan Berita Ini
0 Response to "Turki Usir Jurnalis Belanda"
Post a Comment