
Seperti dilansir Associated Press, Kamis (21/3), seorang komisioner hubungan antar-ras Selandia Baru, Susan Devoy, menyatakan umat Islam di negara itu memang menghadapi kejahatan kebencian, pelecehan, dan ekstremisme selama bertahun-tahun.
"Jangan bilang kejadian 15 Maret adalah kejutan. Kebencian hidup di Selandia Baru. Dan kemarin ia berjalan di Christchurch membawa senjata otomatis," kata Susan.
Paul Spoonley, pakar politik sayap kanan dari Universitas Massey mengungkap sisi lain Christchurch. Ternyata kota itu lekat dengan sejarah dan menjadi basis gerakan supremasi kulit putih dan ultra nasionalisme.
Menurut Spoonley, di Christchurch terdapat sejumlah gerakan ekstrem kanan dengan sekitar 250 pendukung garis keras. Mereka terdiri dari tiga organisasi. Yakni Front Nasional Selandia Baru, Pergerakan Persemakmuran, dan Perlawanan Sayap Kanan.
Front Nasional Selandia Baru berbagi ideologi ultra nasionalisme yang sama dengan organisasi induknya di Inggris. Sedangkan Gerakan Persemakmuran menyasar kalangan remaja dengan menebar pemikiran 'Nasionalisme Eropa'.
Sedangkan Perlawanan Sayap Kanan didirikan oleh mantan ketua Front Nasional, Kyle Chapman, pada 2009. Idenya adalah menebarkan pemikiran supremasi kulit putih.
Spoonley juga menyayangkan selama ini pemerintah Selandia Baru sangat sedikit mengumpulkan data tentang gerakan ekstrem kanan itu.
Menurut riset Spoonley, pada akhir 1980-an terdapat sekitar 70 kelompok sayap kanan di Selandia Baru. Mereka terdiri dari kalangan skinhead, neo-Nazi, dan ultra nasionalis.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bayang-Bayang Rasisme di Selandia Baru"
Post a Comment