Pengadilan tersebut mengatakan, undang-undang larangan cadar itu dianggap sejalan dengan tujuan melestarikan "kehidupan bersama yang mengutamakan perlindungan hak dan kebebasan orang lain."
"Larangan ini diterapkan guna menjamin penguatan hubungan atau kohesi sosial serta perlindungan hak dan kebebasan orang lain yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat demokratis," bunyi pernyataan pengadilan tersebut, Rabu (12/7).
Tiga kota di Belgia yakni Pepinster, Dison, dan Verviers mulai mengesahkan konstitusi mengenai larangan cadar ini pada 2008 lalu. Belgia mulai menerapkan aturan ini secara nasional pada Juni 2011.
Diberitakan AFP, aturan ini menjadikan setiap warga Belgia dilarang menggunakan pakaian yang menutupi seluruh atau sebagian wajahnya di tempat umum sehingga tidak dapat dikenali.
Jika kedapatan melanggar, warga bisa dikenai sanksi berupa denda dan kurungan penjara selama tujuh hari.
Sengketa aturan cadar ini pertama kali diangkat ke pengadilan oleh dua perempuan Muslim yakni Samia Belcacemi, asal Belgia dan Yamina Oussar yang merupakan imigran asal Maroko.
Setelah aturan tersebut diterapkan, Balcacemi berkeras menggunakan cadar di depan umum, meski tak lama kemudian berhenti memakainya lantaran tekanan sosial dan ketakutan akan dikenakan sanksi oleh pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir, aturan yang dianggap sejumlah pemerhati HAM sebagai tindakan diskriminatif ini semakin banyak diterapkan beberapa negara di Eropa.
Perancis menjadi negara Eropa pertama yang melarang niqab pada April 2011 lalu. Larangan yang sama diterapkan Belanda pada 2015, Bulgaria serta Latvia pada 2016, dan Austria serta Jerman pada 2017. (les)
Baca Kelanjutan Pengadilan HAM Eropa Dukung Larangan Bercadar di Belgia : http://ift.tt/2tN5Jh2Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengadilan HAM Eropa Dukung Larangan Bercadar di Belgia"
Post a Comment