Trump Jual Rp13 Triliun Senjata ke Saudi, Amnesty Kecam

Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikatmenyepakati kontrak penjualan senjata ke Arab Saudi sebesar US$1 miliar atau setara dengan Rp13 triliun, Kamis (22/3). Hal tersebut menuai kecaman dari kelompok aktivis hak-hak asasi (HAM), Amnesty Internasional.

Kementerian Luar Negeri AS mengatakan kontrak miliaran dolar itu termasuk penjualan tank anti-rudal TOW 2B seharga US$670 juta, US$105 juta untuk pemeliharaan helikopter militer, dan pembelian suku cadang kendaraan militer lainnya seharga US$300 juta.

Dilansir The Washington Post, penjualan 6.700 rudal buatan Raytheon juga masuk dalam kontrak senjata itu.

"Kesepakatan penjualan senjata ini mendukung kebijakan luar negeri dan kepentingan keamanan nasional AS, salah satunya dalam hal meningkatkan keamanan negara sahabat," ucap Lembaga Kerja Sama Pertahanan dan Keamanan AS seperti dikutip AFP, Jumat (23/3).

Secara teori, rencana penjualan senjata ini masih bisa digagalkan Kongres yang selama ini cenderung mendorong pemerintah membatasi bahkan menghentikan penjualan senjata ke Saudi yang hingga kini masih membantu Yaman menggempur pemberontak Houthi

Namun, peluang itu dinilai kecil karena Senat telah menolak rancangan undang-undang yang memerintahkan pemerintah menyetop dukungan AS terhadap intervensi Saudi di Yaman.

Kesepakatan penjualan senjata ini disepakati berselang beberapa hari setelah Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, menemui Trump di Gedung Putih. Sejak Mohammed menjabat sebagai penerus tahta Raja Salman, Riyadh terlihat kian mendekat ke Washington.

Selama tiga minggu ke depan, Mohammed juga akan berkeliling sejumlah negara bagian di AS dan bertemu sejumlah pengusaha.

Sejumlah organisasi pemerhati hak asasi manusia, Amnesty Internasional, mengecam penjualan senjata tersebut. Amnesty menyebut kesepakatan penjualan senjata AS dan Saudi itu "menghina" traktat penjualan senjata global.

"Ada bukti jelas bahwa penyaluran senjata As ke Arab Saudi yang tidak bertanggung jawab selama ini telah menyebabkan ancaman yang berbahaya terhadap warga sipil Yaman," kata Direktur Penelitian Kawasan Timur Tengah Amnesty International, Lynn Maalouf, seperti dikutip Reuters.

(nat)

Let's block ads! (Why?)