Editor The Washington Post, Karen Attiah, mengatakan bahwa awalnya, ia menunda penerbitan tulisan ini karena masih berharap Khashoggi akan bergabung dengan mereka.
"Sekarang saya harus menerima, itu tidak akan terjadi. Ini adalah bagian terakhir dari tulisannya yang saya edit untuk The Washington Post," tulis Attiah.
"Kolom ini dengan sempurna akan memberikan komitmen dan hasratnya untuk kebebasan di Arab. Kebebasan seperti yang dia berikan untuk hidupnya."
Artikel ini dipromosikan pula melalui akun Twitter resmi Washington Post dengan keterangan, "Dalam kolom terakhirnya sebelum hilang, Jamal Khashoggi menulis mengenai keperluan dunia Arab akan kebebasan pers."
Dalam artikel itu, Khashoggi mengeluhkan keterbatasan kebebasan berekspresi di dunia Arab. Hal ini membuat mayoritas penduduknya tidak bisa berbicara khususnya berdiskusi di depan umum.
Ia membandingkan situasi saat ini dengan pandangan yang dirasakan oleh banyak orang selama Arab Spring, ketika mereka berharap untuk dibebaskan dari hegemoni pemerintah serta intervensi dan sensor informasi.
Salah satu pemain terbesar yang melawan arus atau pemberontakan populis Arab adalah rezim Arab Saudi sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara mengirim tank ke Bahrain, merangkul para diktator, dan tidak peduli dengan perbedaan pendapat yang terjadi di Saudi.
Tom Friedman, seorang penulis dari New York Times yang sepekan ini terus membela MbS, menulis pada tahun lalu bahwa kerajaan itu sedang menjalani Arab Spring dengan gaya Saudi.
Khashoggi memiliki pandangan yang lebih terukur mengenai penguasa di negaranya. Dalam kolom September 2017 lalu, ia menulis bahwa MbS memang menjanjikan sebuah reformasi sosial dan ekonomi, tapi justru melakukan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.
"Dia berbicara untuk membuat negara kami lebih terbuka dan toleran. Dia berjanji akan mengatasi hal-hal yang menghambat kemajuan Saudi, seperti larangan perempuan untuk mengemudi. Namun, yang terlihat adalah penangkapan yang terjadi baru-baru ini," tulis khashoggi.
Dalam kolom itu, ia juga mengkritik pembungkaman yang terjadi di lingkungan masyarakat. Ia kemudian membeberkan kisah ketika ia dipecat dari salah satu surat kabar karena terlalu kritis terhadap pemerintah.
Analis Keamanan Nasional CNN, Peter Bergen, pun mengatakan bahwa MbS membawa Saudi dari kerajaan monarki menjadi absolut, di mana kritik dibatasi, bahkan tidak pernah terdengar.
Sebagai anggota elite Saudi dan mantan penasihat keluarga kerajaan, tulisan Khashoggi dianggap lebih berpengaruh ketimbang wartawan yang tak pernah menjalin relasi dengan rezim penguasa.
Dalam kolom terakhir untuk Washington Post, Khashoggi mengungkap bahwa semua keterpurukan di Saudi bukan berasal dari faktor eksternal, melainkan perebutan kekuasaan di dalam kerajaan sendiri.
Menurut Khashoggi, salah satu jawaban dari segala masalah itu adalah dengan mendirikan dan mendanai organisasi media transnasional.
"Kami sudah menderita karena kemiskinan, salah urus, dan pendidikan yang buruk," tulisnya dalam penutup artikel tersebut.
"Melalui pembentukan forum internasional yang independen, terpisah dari pengaruh pemerintah yang terus berupaya menyebar propaganda kebencian, warga biasa di Arab dapat mengatasi masalah struktural yang dihadapi masyarakat."
"Melalui penciptaan forum internasional yang independen, terisolasi dari pengaruh pemerintah nasionalis yang menyebarkan kebencian melalui propaganda, dan orang-orang biasa di Arab yang mampu mengatasi masalah struktural yang dihadapi masyarakat mereka," kata dia menambahkan. (cin/has)
Baca Kelanjutan Washington Post Terbitkan Tulisan Terakhir Khashoggi : https://ift.tt/2COf8fGBagikan Berita Ini
0 Response to "Washington Post Terbitkan Tulisan Terakhir Khashoggi"
Post a Comment