"Pemerintah tidak boleh lepas tangan, harus hands on ikut bebaskan ketiga WNI meski mereka ABK yang bekerja di perusahaan asing. Pemerintah tidak boleh tinggal diam," kata Syarief kepada CNNIndonesia.com pada Jumat (2/11).
Ketiga WNI itu merupakan ABK kapal tunda berbendera Singapura, ARK TZE. Selain ketiga WNI, seorang warga Ukraina juga ikut menjadi sandera.
Syarief mengatakan meski secara teknis perusahaan yang bertanggung jawab dalam upaya pembebasan, pemerintah tidak boleh tinggal diam dan menyerahkan urusan ini begitu saja kepada korporasi.
Syarief menyatakan pemerintah tidak boleh membedakan kasus ini dengan penyanderaan ABK nelayan di perairan Sulu, Filipina Selatan yang sebagian besar bekerja pada kapal-kapal nelayan kecil. Pemerintah, kata dia, harus maksimal mengupayakan pembebasan ketiga WNI tersebut meski mereka bekerja pada perusahaan negara lain.
Syarief juga menuturkan jangan membedakan masalah penyanderaan ABK ini dengan masalah tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
"Apa bedanya dengan TKI yang berada di luar negeri yang memiliki masalah dengan para majikannya? Tidak ada yang beda, mereka semua sama-sama WNI yang wajib dilindungi pemerintah," lanjut dia.
Syarief meminta pemerintah segera berkomunikasi dengan perusahaan yang mempekerjakan ketiga WNI itu untuk mengkoordinasikan upaya pembebasan sesegera mungkin.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal mengatakan informasi pembajakan dan penyanderaan didapat dari sejumlah sumber.
Kondisi mereka saat ini belum diketahui dan pemerintah, paparnya, masih mencoba mencari informasi lebih rinci. Sebab pemerintah menyatakan belum ada kontak dengan penyandera, dan mereka juga tidak tahu keberadaan para WNI itu.
Iqbal menuturkan awak kapal ARK TZE berjumlah 15 orang, terdiri dari 12 WNI, 2 warga Myanmar, dan 1 warga Ukraina. Sembilan WNI lainnya yang selamat dari penculikan, katanya, akan segera dipulangkan atas permintaan mereka sendiri.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "DPR Desak Pemerintah Bertindak Soal WNI Ditawan di Kongo"
Post a Comment