
Ratusan pelajar itu memilih mengakhiri hidup karena berbagai alasan. Mulai dari menjadi korban perundungan (bullying), masalah keluarga, dan stres.
Angka tersebut menjadi yang tertinggi sejak 1986 atau 30 tahun lalu, dimana 268 anak-anak mati bunuh diri.
"Angka pelajar bunuh diri tetap tinggi, dan ini menjadi isu yang mengkhawatirkan yang patut diselesaikan," ucap pejabat Kementerian Pendidikan Jepang Noriaki Kitazaki kepada wartawan di Tokyo, Selasa (6/11).
Pemerintah, paparnya, pernah mencatat kenaikan angka bunuh diri ini terjadi pada 1 September, di mana tahun ajaran baru dimulai.
"Libur panjang sekolah membuat para siswa bisa berdiam di rumah. Ini adalah surga bagi mereka yang menjadi korban perundungan," ucap Nanae Munemasa, salah satu pelajar Jepang korban bullying, kepada CNN pada 2015 lalu.
"Ketika libur musim panas berakhir, para pelajar harus kembali ke sekolah. Dan ketika masa sekolah mulai, Anda mulai khawatir akan dirundung hingga berpotensi melakukan bunuh diri," ujar Nanae.
Meski angka bunuh diri anak meningkat, total pelaku bunuh diri di Jepang mengalami penurunan pada 2017 dengan jumlah 21.321 kasus. Sementara itu, angka kematian akibat bunuh diri tertinggi ada pada 2013 dengan jumlah 34.427 kasus, menurut Kepolisian Jepang.
Tingginya angka bunuh diri tak hanya dialami Jepang, tapi negara serumpunnya di Asia Timur seperti Korea Selatan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) Korsel bahkan memiliki tingkat bunuh diri yang lebih tinggi dari Jepang.
Selain Korsel, bunuh diri menjadi faktor utama meningkatnya angka kematian di Hong Kong.
Tingginya angka bunuh diri ini disebut disebabkan karena budaya sosial dan budaya bekerja yang ketat di sejumlah negara Asia Timur tersebut. (rds/ayp)
Baca Kelanjutan Ratusan Pelajar Jepang Bunuh Diri Akibat Bullying dan Stres : https://ift.tt/2D6gPVdBagikan Berita Ini
0 Response to "Ratusan Pelajar Jepang Bunuh Diri Akibat Bullying dan Stres"
Post a Comment