Sebagai salah satu negara di Asia Timur, Jepang nampak tidak terlalu menyambut baik niat dua tetangganya yakni Korea Utara dan Korea Selatan yang ingin rujuk.
Seusai pertemuan antara utusan Presiden Moon Jae-in dan Kim Jong-un, berlangsung di Pyongyang, Selasa (6/3), Seoul mengatakan Korut sepakat menggelar pertemuan tingkat tinggi dan berdiskusi soal isu pelucutan senjata nuklir dengan Amerika Serikat.
Berbeda dengan China, sekutu terdekat Korut, dan AS yang menyambut positif, Jepang menganggap skeptis niat baik Pyongyang untuk berdialog itu. Padahal, sejumlah pihak menilai hasil positif pertemuan Korsel dan Kim Jong-un itu bisa jadi peluang baru terwujudnya perdamaian di Semenanjung Korea.
Jepang melalui menteri pertahanannya, Itsunori Onodera, mengatakan niat Korut tersebut belum jelas dan membutuhkan analisis lebih jauh sebelum menanggapinya.
"Kekhawatiran utama adalah Korsel mungkin terlalu terburu-buru menerima tawaran Korut untuk melakukan pertemuan bilateral," ucap mantan diplomat senior Jepang yang enggan dikutip namanya.
"Sementara Washington, Trump merupakan pemimpin yang tidak dapat diprediksi. Dia akan lakukan sesuatu yang sebelumnya tidak terpikirkan olehnya jika memang hal itu dianggap bisa membantu meningkatkan dukungan publiknya sendiri terhadap dirinya," lanjut sumber tersebut kepada Reuters, Kamis (7/3).
Tanggapan kurang positif dari Jepang ini bukan tanpa alasan. Sumber tersebut mengatakan jika AS dan Korut berembuk, Jepang khawatir Pyongyang tak ingin berdialog dengan Tokyo.
Sebab, selama ini, Perdana Menteri Shinzo Abe berulang kali menyerukan komunitas internasional untuk menekan Korut secara maksimal dengan sanksi. Tokyo bahkan memperingatkan "dialog hanya untuk sekedar bicara dengan Korut" tidak dapat diterima.
Pendirian tegas Abe itu juga didukung oleh publiknya sendiri.
"Jika Korut duduk bersama AS, Korut sama sekali tidak berminat untuk duduk bersama Jepang. Ini membuat posisi Abe sangat sulit," kata eks diplomat tersebut.
![]() Hangatnya pertemuan Kim Jong Un dengan Ketua Delegasi Korea Selatan. |
Takut Ditelantarkan
Selama ini, Abe menganggap krisis nuklir Korut merupakan tantangan keamanan Jepang yang paling sulit dihadapi pemerintah sejak Perang Dunia II.
Sejumlah pengamat menilai Tokyo juga khawatir AS akan menyetop bantuan pertahanan bahkan aliansi keamanannya bersama Jepang jika Washington dan Pyongyang berdamai.
Selama ini, AS dan Jepang terikat dalam pakta pertahanan aliansi, di mana Washington bertanggung jawab terhadap keamanan Jepang, termasuk dalam menghadapi ancaman Korut.
Selain itu, Jepang juga dianggap khawatir AS akan menelantarkannya karena terlalu terfokus pada perbaikan hubungan dengan Korut.
Seorang profesor dari Universitas Tama, Brad Glosserman, mengatakan jika Amerika sepakat berdialog dengan Korut, Washington akan cenderung lebih bersekut dengan Korsel dibandingkan dengan Jepang.
"Kekhawatiran abadi Jepang adalah bahwa negaranya tidak akan dianggap dalam segala perundingan dan hubungan AS dengan Korut," ucap Glosserman.
"Jika AS sepakat berdialog dengan Korut, Washington akan cenderung bersekut lebih dekat lagi dengan Korsel dibandingkan dengan Jepang," lanjutnya.
Pekan ini, seorang penasihat Abe, Katsuyuki Kawai, juga dilaporkan tengah berada di Washington untuk mempertegas aliansi AS-Jepang.
Di Washington, Kawai juga mengatakan akan berdiskusi mengenai pentingnya koordinasi trilateral antara AS, Korsel, dan Jepang sebelum menanggapi niat Korut untuk berunding. "Jepang bukan lah negara pengamat. Jepang adalah salah satu aktor penting dalam masalah ini," kata Kawai. (nat)
Baca Kelanjutan Angin Perdamaian di Semenanjung Korea dan Kekhawatiran Jepang : http://ift.tt/2IaXr9xBagikan Berita Ini
0 Response to "Angin Perdamaian di Semenanjung Korea dan Kekhawatiran Jepang"
Post a Comment