Dia adalah salah satu kapten kapal kampanye Greenpeace, Rainbow Warrior.
Sudah 37 tahun ia melanglang buana, membawa kapal legendaris itu, melakukan aksi nyata untuk menjaga lingkungan.
Laki-laki yang akrab disapa Pete itu mulai bekerja bersama kelompok pencinta lingkungan 45 tahun lalu. Bagi dia menjaga lingkungan adalah hal yang sangat penting.
"Saya tidak pernah membayangkan bisa berdiri di sini, benar-benar menyaksikan kerusakan besar dan itu terus terjadi, sangat menakutkan. Itulah alasan saya di sini," kata Pete.
Selama menjadi kapten Greenpeace dari kapal Rainbow Warrior generasi pertama hingga ketiga, Pete mengaku pernah dipenjara belasan kali. Beberapa diantaranya dengan tuduhan pembajakan.
"Saya dipenjara dua kali dengan tuduhan pembajakan dan satu kali pernah diadili di pengadilan federal New York," ujarnya.
"Beberapa pengalaman terasa tidak menyenangkan apalagi ketika ditahan bahkan ketika Anda tahu ditahan karena hal yang benar, menjaga bumi."
Pada 2013, ia bersama kru kapal Greenpece lainnya yang bernama Arctic Sunrise dipenjara selama dua bulan karena menentang pengeboran minyak di Laut Arktik, Prirazlomnaya. Mereka dituduh melakukan pembajakan di kilang minyak tersebut.
Menurut penelitian, kilang minyak itu belum siap menghadapi tumpahan minyak yang bisa saja terjadi ketika proses produksi. Akibatnya para aktivis lingkungan menolak keberadaannya.
Kala itu Pete yang menahkodai Arctic Sunrise mengelilingi Prirazlomnaya dan tiga orang kru kapal mencoba memasuki kilang tersebut dan penjaga pantai mencoba mengamankan mereka.
Akhirnya ia dan semua kru kapal dipenjara. Di Rusia, tuduhan pembajakan dikenai ancaman kurungan maksimal 15 tahun.
Foto: CNN Indonesia/Tri Wahyuni
Kapal Rainbow Warrior |
Unjuk rasa menentang penahanan para aktivis lingkungan itu pun digelar di beberapa negara. Massa meminta Presiden Putin membebaskan para aktivis. Dan setelah perdebatan di ranah hukum yang cukup berbelit, setelah dua tahun, Pete dan kru kapal lainnya akhirnya diberi amnesti.
Serangan Bom
Tidak hanya dipenjara, Pete dan kru kapalnya juga pernah mengalami serangan bom. Pada 1985, Pete menahkodai kapal Rainbow Warrior generasi pertama dalam misi menentang uji coba nuklir di Pasifik.
"Kami memindahkan warga Marshall Island dari pulau mereka yang sudah terkontaminasi oleh radio aktif yang diluncurkan oleh pemerintah AS. Hal itu menyebabkan kualitas kesehatan di pulau itu jadi yang terburuk sepanjang 25 tahun terakhir," ujar Pete.
"Pada 1980 mereka meminta pemerintah (AS dan Perancis) memindahkan mereka dari pulau yang sudah terkontaminasi itu dan kedua pemerintah menolaknya. Jadi, Greenpeace membawa Rainbow Warrior ke sana dan yang harus kami lakukan itu adalah hak mereka."
Saat tengah malam, ketika Pete dan beberapa kru mulai terlelap, beberapa kru masih mengobrol santai di ruang makan, ledakan pertama terjadi. Bunyinya begitu kencang, disertai dengan gemuruh air.
Ledakan tersebut membuat seorang fotografer yang ikut berlayar, Fernando Pareira, pergi ke kabinnya untuk mengambil alat-alatnya. Namun, nahas, ledakan kedua terjadi tepat di dekat kabinnya sehingga membuat ia tenggelam.
"Itu bukan hari yang baik," kata Pete.
Awalnya para kru mengira ledakan terjadi karena serangn kapal tunda, tapi ternyata salah. Bom diledakan oleh agen rahasia Perancis yang tak terima dengan tindakan mereka.
"Agen Rahasia Perancis itu akhirnya ditangkap. Perancis mengakui perbuatannya dan mereka membayar sejumlah uang kepada Greenpeace," kata Pete bercerita.
Antara Menjaga Bumi dan Mencintai Keluarga
Meski harus mengalami sejumlah pengalaman pahit dan mengerikan, Pete mengaku akan tetap pada jalannya, menjaga bumi dari segala kerusakan.
Bagi Pete, melindungi dan menjaga bumi sangatlah penting karena di planet inilah ia dan keturunannya tinggal, menjalani kehidupan.
Foto: Dok. Greenpeace Indonesia
|
"Saya tidak tahu kapan saya akan pensiun, saya mencoba terlibat selamanya. Saya sangat peduli dengan planet yang menjadi tempat berlindung saya dan anak-anak saya," ujar Pete.
Kerusakan bumi yang semakin parah saat ini membuat Pete tidak bisa tinggal diam. Ia harus melakukan aksi nyata.
"Kini semuanya semakin hancur. Tak lama lagi akan ada lebih banyak sampah plastik dibandingkan ikan dihitung dari beratnya. Paus mati karena plastik."
"Semua batu bara yang kita bakar mengeluarkan karbon dioksida. Batu bara menyumbang lebih banyak karbon dioksida daripada energi yang dihasilkannya dibandingkan dengan bahan bakar lain. Batu bara adalah bahan bakar yang paling kotor," kata Pete.
Sayangnya, pekerjaan Pete membuat dirinya menemui dilema terbesar dalam hidup. Ia ingin menjaga tempat tinggal keluarganya, menjaga bumi ini, tapi di sisi lain ia harus sering meninggalkan keluarganya demi menjaga bumi.
Sebagai seorang ayah yang memiliki tiga anak, sekaligus pemimpin rumah tangga, tentu ini bukan hal yang mudah.
"Saya harus tetap bekerja, sementara saya harus tetap mempunyai waktu kebersamaan dengan keluarga. Saya meninggalkan keluarga. Anak-anak saya berkata saya selalu pergi, itu tidak sepenuhnya benar," kata Pete sambil menahan tangisnya.
Itulah sebabnya hampir setiap hari Pete meluangkan waktunya untuk berkomunikasi dengan keluarga, dengan istri tercinta. "Saya sangat bahagia mereka masih mau berbicara dengan saya," ujarnya.
(nat)
Baca Kelanjutan Pete Willcox, Pelaut Penjaga Bumi dan Pencinta Keluarga : https://ift.tt/2sdP9qoBagikan Berita Ini
0 Response to "Pete Willcox, Pelaut Penjaga Bumi dan Pencinta Keluarga"
Post a Comment