Kamboja menyaksikan perang sipil berturut-turut selama lebih dari 20 tahun setelah kudeta pada 1970. Pada 1991, pihak-pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran.
Namun baru pada 1993, pemilihan nasional digelar oleh Otoritas Transisi Perserikatan Bangsa-bangsa bagi Kamboja (UNTAC), bekerja sama dengan Dewan Nasional Kamboja.
Pemilihan umum nasional pertama digelar pada 23-28 Mei 1993. Meski beberapa wilayah masih diduduki Khmer Merah, jumlah pemilih cukup tinggi yakni mencapai 86,78 dari hampir lima juta pemilih yang terdaftar.
Empat partai politik memenangkan kursi di Majelis Konstituante, tapi tak ada partai yang memenangkan dua per tiga mayoritas kursi untuk membentuk kabinet, sehingga terbentuk pemerintahan koalisi.
Hingga kini, lima pemilu telah digelar. Yakni 1993, 1998, 2008 dan 2013. Pemilu yang digelar hari ini, Minggu, 29 Juli 2018 adalah pemilu yang keenam.
Proses Pemilihan di Kamboja
Warga Kamboja baik laki-laki dan perempuan memiliki hak pilih sejak berusia 18 tahun, dan 25 tahun untuk dipilih. Hak-hak memilih dan dipilih itu bisa ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu jika mereka ditahan.
Kamboja menganut sistem pemilu proporsional. Kandidat dinominasikan partai-partai politik yang terdaftar untuk mengikuti pemilu di Komite Pemilu Nasional (NEC).
Populasi pemilih meningkat dua kali lipat sejak 1993. Dari 4,6 juta pada 1993 menjadi 9,5 juta pada 2013. Namun angka partisipasi cenderung menurun.
Menurut opendevelopmentcambodia.net, sejak pemilihan nasional pertama, jumlah partai politik menurun tajam. Jumlah partai naik dua kali lipat dari 20 pada 1993, menjadi 39 pada 1998. Namun berkurang drastis menjadi hanya 8 pada 2013. Pada pemilu 2018 kali ini, jumlah partai yang ikut serta mencapai 20 partai.
Sekitar 8,4 juta warga diharapkan turut berpartisipasi di sebanyak 22.967 Tempat Pemungutan Suara di seluruh Kamboja. Ada 1,6 juta warga Kamboja yang tinggal di luar negeri diharapkan pulang untuk mengikuti pemilu.
Komisi Pemilu Kamboja (NEC) menyatakan terdapat sekitar 65.744 pengamat nasional dan 155 internasional yang akan mengawasi jalannya pemilu Kamboja.
Adapun Civil Society Alliance Forum mencatat 1.036 pengamat nasional dari 93 organisasi dan asosiasi di seluruh Kamboja. Juga 220 pengamat internasional dari 52 negara, antara lain Austria, Perancis, Jerman, Italia, China, Indonesia, Myanmar, Singapura, Vietnam, Pakistan, Timor Leste, Filipina, Brunei Darussalam, Thailand, Rusia, India, Malaysia, dan Korea Selatan.
Hasil perhitungan suara sementara akan diumumkan pada tanggal 11 Agustus 2018, apabila tidak terdapat keberatan atau tuntutan dari berbagai pihak dan tidak terjadi pemilu ulang. Hasil resmi akan diumumkan antara tanggal 15 Agustus hingga 10 September 2018.
Dalam rangka penyelenggaraan pemilu kali ini, pemerintah menyatakan akan mengerahkan lebih dari 19.000 pasukan keamanan untuk menjamin situasi keamanan selama masa kampanye pemilu 7 hingga 27 Juli 2018. Demi menjaga keamanan pada saat hari berlangsungnya pemilu, 29 Juli 2018, pemerintah Kamboja mengerahkan 85.000 petugas keamanan.
Bantuan maupun dukungan China dan Jepang sangat menonjol dalam memfasilitasi suksesnya pemilu nasional Kamboja 2018. Bantuan Jepang kepada NEC Kamboja sebesar US$7 juta, termasuk 11.000 kotak suara, 40 mobil untuk distribusi logistik pemilu, bantuan sebesar US$1,3 juta untuk server bagi penyimpanan data, dan bantuan teknis lainnya.
Seruan Boikot Pemilu Kamboja
Pemilu Kamboja 2018 diwarnai imbauan boikot dari pemimpin eks-partai oposisi Partai Penyelamatan Nasional Kamboja/Cambodia National Rescue Party (CNRP), Sam Rainsy. Hal ini lantaran partai CNRP dibubarkan November 2017 dengan tuduhan pengkhianatan terhadap negara.
Rainsy menganggap pemilu kali ini adalah pemilu palsu, yang bakal dimenangkan dengan mudah oleh partai berkuasa, Partai Perdana Menteri Hun Sen, Partai Rakyat Kamboja/Cambodian People's Party (CPP).
Pembubaran partai oposisi CNRP tersebut juga ditentang oleh beberapa kalangan, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa sehingga mereka menyatakan tidak akan mengirimkan pengamat dan tidak akan mengakui hasil pemilu Kamboja.
![]() |
Pada Mei 2018, Kongres AS meloloskan Cambodia Democracy Act, yang membidik sanksi terhadap individu yang dianggap melemahkan demokrasi di Kamboja. Pada Juni 2018, kepala unit pengawal Hun Sen, Hing Bun Heang disanksi di bawah Global Magnitsky Designations. Otoritas Kamboja menolak dutuhan dan menyebut sanksi tersebut pelanggaran atas kedaulatan Kamboja.
Pada Juli 2018, Uni Eropa mengirim misi pencari fakta untuk menetapkan apakah Kamboja masih dapat menikmati tarif khusus di bawah skema perdagangan 'Everything but Arms'. Komisi Eropa akhirnya mentapkan rilis yang menyatakan 'mencabut Kamboja dari skema perdagangan adalah langkah terakhir, jika semua langkah gagal mengatasi berbagai keprihatinan Uni Eropa.'
Pada pemilu 2013 yang diikuti 9,67 juta pemilih yang memperebutkan 123 kursi di Parlemen Kamboja, 68,5 persen warga berpartisipasi.
Pemilu Kamboja 2013 dimenangkan partai berkuasa CPP dengan perolehan suara 48,83 persen, lalu CNRP dengan 44,46 persen. Enam partai lain tidak mencapai threshold suara 6,3 persen untuk menduduki kursi di Parlemen Kamboja. Karenanya, hanya duapartai yang mampu memperoleh kursi untuk duduk di Parlemen Kamboja. Yakni partai berkuasa CPP dengan kursi sebanyak 68 kursi, dan partai oposisi CNRP sebanyak 55 kursi.
Namun berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (Supreme Court) Kamboja pada 17 November 2017 partai oposisi CNRP dibubarkan. Tuduhan terhadap CNRP adalah melakukan penghianatan terhadap negara dengan cara berkonspirasi dengan kekuatan asing, melalui Revolusi Berwarna untuk menumbangkan pemerintahan yang sah.
Hal tersebut telah menyebabkan ditahannya Ketua CNRP, Kem Sokha dan 118 elit partai CNRP dilarang untuk terjun ke kancah politik Kamboja hingga 5 tahun ke depan.
Selanjutnya kursi CNRP di Parlemen dibagi-bagikan kepada partai-partai kecil yang ikut pada pemilu 2013, yaitu kepada : Funcinpec (41 kursi), League for Democracy Party (6 kursi), Khmer Anti-Poverty Party (5 kursi), Cambodian National Party (2 kursi), dan Khmer Economic Development Party (1 kursi). Namun League for Democracy Party dan Khmer Anti-Poverty Party menolak kursi tersebut, sehingga 11 kursi dimaksud diambil alih oleh CPP, sehingga CPP memiliki 79 kursi di Parlemen.
Dengan ketiadaan partai oposisi, partai berkuasa CPP pimpinan PM Hun Sen diperkirakan bakal kembali memenangkan Pemilu Kamboja 2018.
[Gambas:Video CNN] (nat)
ARTIKEL TERKAIT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Fakta-fakta soal Pemilu Kamboja 2018"
Post a Comment