
Mahathir yang pernah memimpin Malaysia selama 22 tahun pada periode 1981-2003, kembali berjaya menjadi perdana menteri di usianya yang 92 tahun, kali ini dari kubu oposisi.
Memimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan setelah gerah dengan skandal korupsi yang membelit lembaga dana pemerintah (1MDB), Mahathir berhasil memperoleh mayoritas kursi Parlemen.
Untuk pertama kalinya, oposisi menumbangkan Barisan Nasional yang telah berkuasa selama lebih dari enam dekade sejak Malaysia Merdeka.
Namun pengamat politik internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth menilai kemenangan Mahathir adalah kemunduran demokrasi.
"Dalam konteks domestik Malaysia, tidak ada pilihan lain, Mahathir yang maju. Tapi dari perkembangan demokrasi, ini adalah sebuah kemmunduran," kata Adriana saat dihubungi CNNIndonesia.com lewat telepon, Sabtu (12/5).
"Sebuah demokrasi yang maju akan melahirkan pemimpin baru untuk meneruskan ke depannya. Tak hanya pemimpin Malaysia, Mahathir pun pemimpin di ASEAN, setelah ASEAN 50 tahun, kok tak ada yang lain selain sosok dia?" kata Adriana yang pernah melakukan penelitian soal implementasi demokrasi di ASEAN beberapa tahun lalu.
"Karena itu saya menilai demokrasi di Malaysia mundur," kata dia.
Adriana menilai kemenangan Mahathir tak luput dari pengaruh rakyat Malaysia yang tidak bisa lagi menolerir skandal korupsi 1MDB.
"Korupsi itu tidak seketika. Itu adalah sebuah sistem. Yang menjadi begitu korupsi, sehingga tidak bisa lagi dipertahankan. Dari sudut mana pun posisi Najib menjadi lemah," kata Adriana.
Karena skandal 1MDB masyarakat tidak lagi melihat prestasi dia. Dari Gerakan Bersih yang beberapa kali digelar di Malaysia, masyarakat menjadi tahu rekor dan catatan negatif dari Najib. "Jauh dari harapan masyarakat ketika Najib terpilih," kata Adriana.
Hal itulah menurut Adriana yang menyebabkan kekalahan Najib, meski setelah cara telah dilakukan untuk membendung pengaruh Mahathir. Kemenangan oposisi Pakatan Harapan juga terjadi di luar dugaan. Menjelang pemungutan suara, hampir semua pendapat menyebut Barisan Nasional akan tetap unggul dalam pemilu Malaysia.
"Seperti kita 20 tahun lalu saat reformasi. Tak ada yang mengira rezim Soeharto tersingkir. Ini juga terjadi di Malaysia," kata Adriana.
Pada masanya, rakyat belajar apa yang harus dilakukan pemimpin.
"Kerugian sistem yang sangat korup tidak bisa diteirma lagi dalam wujud apapun, itulah kenapa Barisan Nasional kalah," kata Adriana.
Saat ini, semua menantikan apakah pemerintahan yang terpilih akan memenuhi janji-janjinya selama kampanye. Adriana menilai Mahathir akan berusaha memenuhi semua platform kampanye yang dijanjikan. "Dia semakin tua, kalau tidak berupaya memenuhi apa yang dijanjikan akan ada catatan buruk. Mahathir tidak akan sebodoh itu," kata dia.
Seperti penyelesaian skandal korupsi 1MBD.
"Skandal-skandal itu harus diselesaikan demi citra Malaysia di masa depan. Dalam pandangan saya, harus dilakukan penegakan hukum. Korupsi yang luar biasa jika dibiarkan bisa menjadi kehancuran negara," kata Adriana.
Salah satu janji Mahathir lainnya adalah menyerahkan kekuasaan kepada pemimpin oposisi yang kini mendekam di penjara, Anwar Ibrahim. "Transisi itu yang kita tunggu," kata Adriana.
Saat ini yang dibutuhkan Malaysia, menurut Adriana, adalah tokoh muda yang bersih, tidak korupsi. "Jika tidak ada transisi kepada pemimpin muda yang tidak korup, akan menjadi masalah bagi Malaysia," kata Adriana.
(nat)
Baca Kelanjutan Kemenangan Mahathir, Kemunduran Demokrasi Malaysia : https://ift.tt/2KW7EICBagikan Berita Ini
0 Response to "Kemenangan Mahathir, Kemunduran Demokrasi Malaysia"
Post a Comment