
Seperti dilansir AFP, Rabu (24/4), tambang itu longsor dan tertimbun lumpur. Selain penambang, 40 kendaraan juga terkubur.
Sampai saat ini tim penyelamat baru bisa mengevakuasi dua jenazah. Menurut Kementerian Penerangan, tambang itu dikelola oleh dua perusahaan, yaitu Myanmar Thura Gems dan Shwe Nagar Koe Kaung.
Kegiatan penambangan itu membuat muka wilayah di Hpakant menjadi rusak. Lubang-lubang tambang ditinggalkan begitu saja yang membahayakan penduduk setempat.
Pada November 2015 juga terjadi longsor besar-besaran di tambang itu, mengakibatkan lebih dari 100 orang meninggal. Pada Juli 2018, tambang kembali longsor dan menewaskan 23 penambang.
Kejadian yang berulang itu disebabkan lemahnya pengawasan dan tingkat keselamatan penambangan yang rendah, serta aparat yang korup.
Batu giok itu paling banyak dipasarkan ke China, dengan nilai mencapai puluhan juta dolar. Di wilayah itu juga terdapat tambang emas, batu ambar (katilayu) dan pembalakan kayu.
Gencatan senjata antara keduanya berakhir pada 2011, dan konflik terus terjadi secara sporadis sampai saat ini. Akibatnya diperkirakan lebih dari 100 ribu penduduk sipil mengungsi.
Sejak terpilih pada pemilihan umum 2016 lalu, Aung San Suu Kyi berjanji untuk berdamai dengan para pemberontak. Namun, upaya itu sampai saat ini belum berhasil. (ayp)
Baca Kelanjutan Tambang Giok di Myanmar Longsor, 54 Penambang Tewas : http://bit.ly/2GD2FfFBagikan Berita Ini
0 Response to "Tambang Giok di Myanmar Longsor, 54 Penambang Tewas"
Post a Comment